Namun hanya dalam jangka 10 tahun kemudian, sebanyak 1.061 responden mengalami fibrillation. Angka tersebut sama seperti 12,4 kasus fibrillation per 1.000 orang dalam penelitian. Namun, responden yang bekerja 55 jam dalam seminggu atau lebih, mengalami peningkatan hingga 17,6 per 1000 kasus.
Artinya, responden yang bekerja lembur memiliki risiko fibrillation sebesar 40% dibandingkan mereka yang hanya bekerja 35—40 jam seminggu. Setelah disesuaikan dengan faktor usia, jenis kelamin, obesitas, status sosial ekonomi, status merokok, konsumsi alkohol dan aktivitas fisik di waktu senggang pun ditemukan hasil yang sama.
Fakta lainnya adalah 90% kondisi ini dialami oleh mereka yang belum pernah mengalami gangguan kardiovaskular. Dengan demikian, waktu bekerja yang berlebihan bisa menyebakan fibrillation. Para peneiti pun menyimpulkan bahwa risiko fibrillation pada mereka yang lembur, relatif ringan. Namun, mereka yang sudah memiliki faktor risiko seperti usia tua, pria, diabetes dan merokok, risiko tambahan bisa menjadi penting.
Kendati demikian peneliti tidak bisa memastikan berapa lama waktu kerja yang bisa memicu penyakit ini. Peneliti menduga jika stres dan kelelahan menjadi salah satu faktor terbesar, sehingga membuat kardiovaskular dan sistem saraf otonomik lebih rentan mengalami abnormalitas.
references by sindonews